Pepatah jawa ini terngiang terus di telinga saya sedari pagi. "Cinta tumbuh karena terbiasa". Ah, masa iya? Saya tersenyum kecil. Mungkin saja, memang.
Saya melihat sosok sahabat saya yang sedang menyetrika pakaiannya. Dia dan kekasihnya, contoh witing tresno jalaran soko kulino itu. Lagi-lagi saya tersenyum. Teringat betapa dulu sahabat saya ini tidak mau menerima cinta si dia, namun kini justru ketergantungan setengah mati. Hehe. Hidup memang lucu.
Namun ada sesuatu yang menggelitik saya. Seberapa banyakkah orang yang terbiasa berada dalam hidup kita? Banyak. Dan saya tidak bisa tresno pada semuanya, tentu. Haha.
Menurut saya, lagi-lagi itu semua kembali ke takdir. Cinta itu tumbuh juga karena diizinkan oleh Allah. Kenapa harus jatuh cinta pada sosok X ketika kita juga terbiasa bersama dengan sosok Y dan Z? Kenapa tresno pada si A yang sudah lama tidak dijumpai ketimbang pada si B yang setiap hari ditemui di kantor? Kenapa I bisa luluh dengan usaha pedekate si J, ketika si K yang sudah didekati si L-yang-usahanya-sama-besarnya-dengan-J tidak juga tersentuh? Kenapa ada suami istri yang baru bertemu setelah dijodohkan bisa langgeng, kenapa juga suami istri yang sudah saling mengenal sejak TK bisa langgeng juga?
Hidup itu memang lucu. Subhanallah. Saya tersenyum lagi.
Anyway, cinta memang bisa tumbuh karena terbiasa. Terbiasa bersama, terbiasa berinteraksi, terbiasa nyaman dengan kehadirannya. Namun, memeliharanya adalah hal yang berbeda. Cinta, bagi saya, adalah hal yang memerlukan logika, realitas, dan kompromi untuk bisa tetap hidup.
Tapi, well, apa yang saya tau tentang cinta selain sedikit saja? Haha. Dasar gadis sok tau, saya.
Saya melihat sosok sahabat saya yang sedang menyetrika pakaiannya. Dia dan kekasihnya, contoh witing tresno jalaran soko kulino itu. Lagi-lagi saya tersenyum. Teringat betapa dulu sahabat saya ini tidak mau menerima cinta si dia, namun kini justru ketergantungan setengah mati. Hehe. Hidup memang lucu.
Namun ada sesuatu yang menggelitik saya. Seberapa banyakkah orang yang terbiasa berada dalam hidup kita? Banyak. Dan saya tidak bisa tresno pada semuanya, tentu. Haha.
Menurut saya, lagi-lagi itu semua kembali ke takdir. Cinta itu tumbuh juga karena diizinkan oleh Allah. Kenapa harus jatuh cinta pada sosok X ketika kita juga terbiasa bersama dengan sosok Y dan Z? Kenapa tresno pada si A yang sudah lama tidak dijumpai ketimbang pada si B yang setiap hari ditemui di kantor? Kenapa I bisa luluh dengan usaha pedekate si J, ketika si K yang sudah didekati si L-yang-usahanya-sama-besarnya-dengan-J tidak juga tersentuh? Kenapa ada suami istri yang baru bertemu setelah dijodohkan bisa langgeng, kenapa juga suami istri yang sudah saling mengenal sejak TK bisa langgeng juga?
Hidup itu memang lucu. Subhanallah. Saya tersenyum lagi.
Anyway, cinta memang bisa tumbuh karena terbiasa. Terbiasa bersama, terbiasa berinteraksi, terbiasa nyaman dengan kehadirannya. Namun, memeliharanya adalah hal yang berbeda. Cinta, bagi saya, adalah hal yang memerlukan logika, realitas, dan kompromi untuk bisa tetap hidup.
Tapi, well, apa yang saya tau tentang cinta selain sedikit saja? Haha. Dasar gadis sok tau, saya.
No comments:
Post a Comment