Akhirnya, hari ini kita sudah memasuki pergantian tahun. Kalender lama pun sudah kadaluarsa, berganti dengan kalender 2016 :)
Anyway, nggak ada salahnya kita coba introspeksi diri. Selama tahun 2015, sudahkah kita menjadi pribadi yang lebih baik?
Buat saya, yang jelas, 2015 adalah tahun penuh syukur sekaligus tahun yang sangat fluktuatif secara emosional.
Menikah
Pada tahun tersebut, saya menikah, kemudian menjalani hubungan jarak jauh. Jadwal bertemu adalah 2 minggu sekali. Terus terang, rasanya melelahkan setengah mati. 2 minggu saya ke Jakarta, dan 2 minggu kemudian suami saya ke Malang, begitu seterusnya.
Kuliah
Cukup sulit juga sebenarnya untuk menyesuaikan dengan jadwal dan tugas kuliah yang menyita waktu dan tenaga. Terkadang saya harus izin tidak masuk kuliah karena jadwal penerbangan yang mepet, atau karena sakit. Saya pasrah, apapun hasil kuliahnya saya terima. Alhamdulillah, malah ternyata saya mendapatkan nilai A untuk semua mata kuliah yang saya tempuh waktu itu.
Kos-kosan
Petualangan saya kemudian berlanjut ketika saya mendampingi suami di Jakarta selama 2 bulan masa liburan kuliah saya. Suami pindah ke Bintaro untuk mencari kos-kosan suami istri dengan harga terjangkau, sekaligus sebagai sarana latihan naik KRL ke kantor, karena kami sedang dalam proses membeli rumah di daerah Serpong yang cukup jauh dan harus menempuh perjalanan ke kantor dengan KRL setiap hari. Buat saya yang princess begini, kos-kosan tersebut adalah cobaan hidup. Kamarnya panas. Kipas angin yang kami beli juga tidak mempan untuk menghalau suhu yang panas tersebut. Kemudian, akhirnya suami saya memutuskan pindah ke kamar yang ada AC-nya. Ternyata keadaannya tidak lebih baik. Kamarnya pengap sekali. Saya dan suami malah jadi sering batuk-batuk karena sirkulasi udara yang kurang sehat.
Hamil
Pada saat lebaran, kami mudik ke Bandung lalu ke Surabaya. (Hehe, seperti lagu "Naik Kereta Api" ya). Pada saat itu memang seharusnya saya mens, tetapi nggak keluar juga. Tapi saya pikir, ah memang jadwal saya nggak teratur kok. Saya juga sudah sering "kecele" dengan jadwal mens yang tak kunjung tiba namun test pack menunjukkan hasil negatif.
Tapi di Surabaya, ibu saya kekeuh menyuruh saya melakukan tes kehamilan. Akhirnya saya membeli test pack di K-24, yang merknya berbeda dengan yang biasa saya beli. Eh, ternyata test pack tersebut menunjukkan 2 garis merah muda. 2, bukan 1 seperti yang biasa saya lihat.
Saya langsung menangis. Perasaan saya campur aduk, antara terharu dan takut. Terharu, karena saya akhirnya diberikan kesempatan oleh Allah untuk menjaga seorang anak di dalam kandungan saya. Takut, karena saya khawatir tidak bisa menjaga kandungan atau menjadi ibu yang baik bagi anak saya.
Pindah Kos dan Mual-mual
Karena saya hamil, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk pindah kos ke tempat yang lebih dekat dengan kantor agar suami lebih mudah utnuk menjaga saya (dan calon bayinya). Kebetulan juga beberapa hari sebelum kami pindah, tiba-tiba kasur angin yang kami pakai di kosan Bintaro bocor! Di saat yang bersamaan, saya mulai merasakan pusing dan mual. Kami memutuskan untuk tetap bertahan menggunakan kasur itu (dengan menambalkan selotip di daerah yang bocor memompa kasurnya hampir setiap jam) karena tanggung, sebentar lagi juga akan pindah.
Beberapa hari itu adalah hari-hari yang sangat menyiksa bagi saya. Pusing, namun tidak bisa istirahat dengan benar karena kasurnya mengempis. Ditambah lagi dengan kamar yang pengap. Akses makanan juga agak sulit bagi saya karena tidak ada warung yang benar-benar dekat dengan kos. Karena mual, saya juga sering tidak nafsu makan. Kadang saya hanya mau makan siang dengan sebutir apel, sedangkan nasi tidak saya sentuh sama sekali.
Keadaan mulai membaik setelah kami pindah kos ke belakang kantor. Namun, mual-mual saya makin parah. Saya juga sering mengalami spotting alias flek. Akhirnya, dokter menyuruh bed rest.
Ke Bandung
Setelah saya tidak mengalami flek lagi, kami berkunjung ke rumah mertua di Bandung. Sayangnya, sesampainya disana, saya malah mengalami flek lagi 2 hari berturut-turut dengan jumlah yang makin banyak. Akhirnya dokter kembali menyuruh saya bed rest total. Suami meninggalkan saya di Bandung karena kondisi saya yang tidak memungkinkan untuk menempuh perjalanan kembali ke Jakarta. Perut saya sakit dan saya sering muntah. Selera makan saya juga menurun drastis. Emosi saya juga naik turun. Saya sering menangis tanpa sebab. Well, mungkin karena saya takut kehilangan bayi saya.
Saya Kembali ke Malang, Suami ke UK
Akhirnya masa liburan saya habis. Saya kembali ke Malang dengan kondisi yang lebih sehat. Sayangnya, saya masih mual-mual. Bahkan saya tidak suka dengan bau suami saya.
Yang menyedihkan bagi saya, suami harus berangkat ke UK untuk studinya. Kali ini, hubungan jarak jauh kami semakin jauh. Kami tidak bisa lagi bertemu setiap 2 minggu, karena tentunya tiket pulang pergi UK-Indonesia sangat mahal.
Kuliah Lagi
Kembali kuliah lagi di semester 3, kali ini berbadan dua. Tantangannya berbeda lagi. Syukurlah, ibu saya mendampingi saya terus selama di Malang. Sehingga makanan dan transportasi sangat terjamin, hehe. Berat badan saya bahkan bertambah terus.
Alhamdulillah terkadang saya mengalami pusing, meskipun mualnya sudah mulai menghilang. Saya juga mulai mengalami sakit pinggang, sakit punggung, kaki pegal, dan terkadang sesak napas. Hal ini juga terkadang membuat saya menangis karena saya sangat menginginkan kehadiran suami untuk mendukung saya pada masa-masa sulit seperti ini. Namun saya sangat bersyukur, Allah menyehatkan bayi di dalam kandungan saya, dan memudahkan saya dalam menjalani kuliah karena ada ibu saya yang mendampingi dan menyediakan semua kebutuhan saya mulai dari makanan, pakaian, dan transportasi ke kampus.
Lah. Kenapa tulisan saya jadi panjang yak. Haha.
Berpisah jarak dengan suami adalah hal yang sangat berat, terlebih ketika hamil. Itu memang cobaan bagi kami. Tetapi, masih banyak hal lain yang patut kami syukuri. Like, how many people have the chance to scholarship in UK? How many people get full scholarship in Malang? Kami juga masih digaji, dan diberikan uang saku kuliah. Sementara, di luar sana masih banyak orang yang makan saja masih susah, apalagi sekolah. Banyak orang yang mendambakan anak, tetapi belum juga dikaruniai oleh Allah. Banyak juga orang yang belum memiliki rumah sendiri.
Ah. Saya kadang malu untuk mengadu pada Tuhan, saking banyaknya nikmat yang Ia berikan. Saya berharap kami diberikan kekuatan untuk selalu kuat dalam menjalani cobaan-Nya dengan hati lapang dan selalu bersyukur.
InsyaAllah tahun ini (2016) anak pertama kami akan lahir. Semoga Allah selalu melindunginya dan melancarkan proses persalinannya agar kami berdua, ibu dan anaknya, sehat walafiat tidak kekurangan suatu apapun. :)
3 comments:
di serpong di perumahan mana, sa?
Bukit dago, mas :)
Bukit dago, mas :)
Post a Comment